Tuesday, January 19, 2016

Tugas Membuat Blog tentang artikel Cut Nyak Dhien
Nama : Lukman Nul Hakim
Gambar: Cut Nyak Dhien (sumber: wikipedia)

CUT NYAK DHIEN - PAHLAWAN NASIONAL DARI DAERAH ACEH



Tjoet Njak Dhien merupakan pahlawan nasional wanita Indonesia asal Aceh. Ia berasal dari keluarga bangsawan yang agamis di Aceh Besar. Ketika usianya menginjak 12 tahun, Tjoet Njak Dhien dinikahkan dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga yang juga berasal dari keluarga bangsawan. 



Cut Nyak Dhien dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat beragama di Aceh Besar, wilayah VI Mukim pada tahun 1848. Ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia, seorang uleebalang VI Mukim, yang juga merupakan keturunan Datuk Makhudum Sati, perantau dari Minangkabau. Datuk Makhudum Sati merupakan keturunan dari Laksamana Muda Nanta yang merupakan perwakilan Kesultanan Aceh pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda di Pariaman. Datuk Makhudum Sati mungkin datang ke Aceh pada abad ke 18 ketika kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir. Sedangkan ibunya merupakan putri uleebalang Lampageu.

Pada masa kecilnya, Cut Nyak Dhien adalah anak yang cantik. Ia memperoleh pendidikan pada bidang agama (yang dididik oleh orang tua ataupun guru agama) dan rumah tangga (memasak, melayani suami, dan yang menyangkut kehidupan sehari-hari yang dididik baik oleh orang tuanya). Banyak laki-laki yang suka pada Cut Nyak Dhien dan berusaha melamarnya. Pada usia 12 tahun, ia sudah dinikahkan oleh orangtuanya pada tahun 1862 dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga, putra dari uleebalang Lamnga XIII. Mereka memiliki satu anak laki-laki.


Gambar: Rencong (senjata tradisional Aceh). (sumber : wikipedia)




Pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh, dan mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel van Antwerpen. Perang Aceh pun meletus. Pada perang pertama (1873-1874), Aceh yang dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Machmud Syah bertempur melawan Belanda yang dipimpin Johan Harmen Rudolf Köhler. Saat itu, Belanda mengirim 3.198 prajurit. Lalu, pada tanggal 8 April 1873, Belanda mendarat di Pantai Ceureumen di bawah pimpinan Köhler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman dan membakarnya. Kesultanan Aceh dapat memenangkan perang pertama. Ibrahim Lamnga yang mbertarung di garis depan kembali dengan sorak kemenangan, sementara Köhler tewas tertembak pada April 1873.

Pada tahun 1874-1880, di bawah pimpinan Jenderal Jan van Swieten, daerah VI Mukim dapat diduduki Belanda pada tahun 1873, sedangkan Keraton Sultan jatuh pada tahun 1874. Cut Nyak Dhien dan bayinya akhirnya mengungsi bersama ibu-ibu dan rombongan lainnya pada tanggal 24 Desember 1875. Suaminya selanjutnya bertempur untuk merebut kembali daerah VI Mukim.

Ketika Ibrahim Lamnga bertempur di Gle Tarum, ia tewas pada tanggal 29 Juni 1878. Hal ini membuat Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah akan menghancurkan Belanda.
 

Peristiwa gugurnya Teuku Cek Ibrahim Lamnga dalam peperangan melawan Belanda pada tanggal 29 Juni 1878 semakin menyulut kemarahan dan kebencian wanita pemberani ini terhadap kaum penjajah tersebut. Ia kemudian menikah lagi dengan Teuku Umar yang juga merupakan pahlawan nasional Indonesia di tahun 1880.
Awalnya Tjoet Njak Dhien menolak pinangan Teuku Umar, tetapi ia akhirnya setuju untuk menikah dengan pria yang masih memiliki garis kekerabatan dengan dirinya ini setelah Teuku Umar menyanggupi keinginannya untuk ikut turun ke medan perang. Ia sangat ingin mengenyahkan Belanda dari bumi Aceh dan menuntut balas atas kematian suaminya terdahulu. 

Bersama dengan Teuku Umar dan para pejuang Aceh lainnya, Tjoet Njak Dhien pun gencar melakukan serangan terhadap Belanda. Dalam masa perjuangan tersebut, Tjoet Njak Dhien sempat mendapat makian dari Tjoet Njak Meutia yang juga pejuang wanita dari Aceh lantaran keputusan suaminya, Teuku Umar, menyerahkan diri pada Belanda dan bekerja sama dengan mereka. Padahal Teuku Umar tidak benar-benar menyerahkan diri pada Belanda. Hal ini ia lakukan sebagai taktik untuk mendapatkan peralatan perang Belanda. Setelah niatnya terlaksana dan ia kembali pada Tjoet Njak Dhien dan para pengikutnya, Belanda yang merasa telah dikhianati oleh Teuku Umar melancarkan operasi besar-besaran untuk memburu pasangan suami-istri tersebut. Teuku Umar pun akhirnya gugur dalam pertempuran di Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899.
 

Sepeninggal suaminya, Tjoet Njak Dhien masih meneruskan perlawanan kepada Belanda. Namun, sakit encok yang dideritanya dan kondisi matanya yang mulai rabun membuat para pengawalnya merasa kasihan dan akhirnya membuat kesepakatan dengan Belanda bahwa Tjoet Njak Dhien boleh ditangkap asalkan diperlakukan secara terhormat, bukan sebagai penjahat perang.
Setelah Belanda menyetujui kesepakatan ini, Tjoet Njak Dhien pun akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Ia kemudian dibuang ke Sumedang tanggal 11 Desember 1905 dan menghembuskan napas terakhirnya di sana tanggal 6 November 1908. Jenazah Tjoet Njak Dhien kemudian dikebumikan di Gunung Puyuh, Sumedang.

Daftar Pustaka

http://profil.merdeka.com/indonesia/t/tjoet-njak-dhien
https://id.wikipedia.org/wiki/Cut_Nyak_Dhien
dfawada. Powered by Blogger.

Followers

Popular Posts